"Kuliah di luar negeri itu gampang, kok!"
Mudah, sih… tapi luar negeri yang mana dulu nih? Kamu bilang “luar negeri” tapi lupa kasih koordinat GPS-nya. FYI, “luar negeri” itu mencakup 194 negara selain Indonesia. Iya, 193 negara anggota PBB ditambah entitas yang “ngambek diakui” seperti Taiwan, Kosovo, dan Somaliland.
Pertanyaannya jadi absurd sejak awal: luar negeri itu negeri siapa? Bahkan di antara negara-negara besar, sistem pendidikannya beda-beda banget. Ambil contoh Prancis dan Jerman yang sama-sama Uni Eropa — kesannya kompak, tapi pas urusan pendidikan? Mereka beda aliran.
- Prancis itu sentralistik banget: tiga jenjang utama (enseignement primaire, secondaire, dan pendidikan tinggi), dan wajib belajar sampai umur 16.
- Jerman? Lebih kompleks. Ada dua kekuatan besar di belakang layar: negara dan agama. Struktur pendidikan di sana kaya labirin, dan wajib belajarnya 13 tahun.
Itu baru dua negara tetanggaan. Belum kita ngomongin Britania Raya, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, dan geng-geng negara maju lainnya. Semua punya standar masuk universitas dan kurikulum yang beda-beda. Jadi kalau kamu mikir “kuliah di luar negeri gampang” hanya karena nonton video TikTok berdurasi 30 detik, ya... selamat, kamu baru saja jadi korban konten yang terlalu manis untuk jadi kenyataan.
Yang ditampilkan di media sosial itu cuma kulitnya. Sisi susahnya jarang ada yang mau ceritain. Nanti nggak estetik di feed. Padahal proses di baliknya bisa penuh air mata, tumpukan dokumen, dan ujian bahasa asing yang bikin otak meleleh.
Kalau kamu belum bisa nunjuk dengan jelas “luar negeri” yang kamu maksud itu negara mana, ya kamu bisa saja kuliah di Tanzania, Uganda, atau Suriname. Itu juga luar negeri, lho! Mungkin lebih mudah, siapa tahu. Tapi jangan kaget kalau nanti kamu ditanya, “Kuliah di luar negeri di mana?” lalu kamu jawab, “Oh, saya di Suriname.” Trus mereka cuma mengangguk sambil loading.

