Mau Jadi Kamboja? Serius?

Coba pikir lagi, gak usah kiri-kiri mentok lah. Kalau niatnya bikin semua orang setara dan hidup damai, kok malah jadi kayak Kamboja era Khmer Merah? Pol Pot, si "visioner" di balik genosida Kamboja (1975–1979), punya ide ajaib: semua orang setara, tanpa kelas. Bagus kan? Tapi tunggu dulu—syaratnya? Semua harus jadi petani. Semua, titik.

Lah, masa sih semua orang cocok jadi petani? Siapa yang bikin cangkul? Siapa yang masak? Siapa yang ngajarin anak-anak cara baca? Jadi, ya, struktur sosial yang “alami” itu kan sebenarnya ada gunanya. Tapi Khmer Merah ogah denger logika ini. Hasilnya? Kengerian besar-besaran: 1,7 juta nyawa melayang, alias 25% populasi Kamboja, tewas dalam eksperimen "utopia" yang gagal total.

Polanya absurd banget. Kalau kamu pintar? Mati. Pakai kacamata? Mati. Guru? Mati. Dokter? Sama aja. Bahkan kalau keluargamu pernah dianggap "membangkang", ya, habislah kamu. Semua ini demi negara tanpa kelas yang katanya setara, tapi kok malah isinya kuburan massal?

Mereka juga rajin bikin "tempat wisata horor" seperti Tuol Sleng (S-21), penjara yang bikin neraka kelihatan kayak tempat rekreasi. Ribuan orang disiksa, dituduh “musuh negara” tanpa bukti, cuma gara-gara pemimpin paranoid. Khmer Merah sampai tega membantai etnisnya sendiri, Khmer membunuh Khmer, demi "kesetaraan."

Untungnya, empat tahun rezim gila ini selesai setelah Vietnam menginvasi. Ironisnya, invasi ini malah dipicu Khmer Merah sendiri yang sok menyerang Vietnam duluan. Jadi ya, selamat tinggal Pol Pot, tapi trauma yang mereka tinggalkan di Kamboja masih berasa sampai sekarang.

Pesannya? Jangan pernah lupakan sejarah. Karena kalau kita lupa, siapa tahu, nanti ada lagi yang mau bikin "utopia" absurd kayak gini. Kiri-kiri boleh, tapi jangan sampai nyungsep.

Comments (0)

Subscribe Here

Popular Posts