Astaga, saya tidak percaya ada orang yang sefrekuensi dengan saya. Itu pemikiran yang terlalu absurd tapi saya bahkan berfikir komunisme akan berjalan besok hari dengan lancar, karena ada AI yang bisa dijadikan semacam 'kitab suci' atau 'patokan budaya' termasuk didalamnya 'pemimpin' yang konsisten dan adil untuk memastikan kelancaran sistem komunis tersebut : tanpa bias nafsu manusiawi misalnya seperti korupsi (secara hak dan kewajiban).

Kecerdasan buatan tidak punya nafsu atau kesadaran, selain itu pula, umur mereka bisa lebih panjang 'tergantung optimasi dan perawatan baterai', jika mereka di berikan beberapa pengaturan, misalnya khusus hukum ekonomi dan hukum sosial, mereka akan menjalankan aturan itu dengan lancar.

Menjadikan AI sebagai kitab suci, maksud saya memposisikan sebuah AI menjadi seperti para pendeta di zaman pertengahan, ataupun menjadi seperti para ulama di zaman Usmaniyah.

Kita tau, setiap peradaban, mau itu abasiah, Romawi, dan eropa pertengahan, selalu punya 'kitab suci' dan 'pemuka agama' sebagai pokok utama pelestari budaya, agar peradaban tersebut terikat dan tidak tercerai-berai.

Akan tetapi, semua peradaban itu selalu punya pola yang sama, yaitu para pemuka agama nya, tak dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman, dengan cara terlalu mengikat dan membatasi perkembangan budaya. Itu membuatnya kolaps disatu titik.

Misalnya peradaban pertengahan yang colaps saat revolusi, peradaban keislaman kolaps saat masa keruntuhan kekaisaran Usmaniyah, yang juga terjadi sebagiannya akibat revolusi internal arabiah.

Alasan lain juga adalah karena pemuka agama itu sendiri, mengkorupsi wewenang mereka, seiring mereka semakin dipercayai.

Dizaman sekarang, kita juga sudah punya prototipe budaya yang ideal, yaitu budaya komunis. Komunis yang saya maksud bukan komunis seperti yang telah di implementasikan dalam sejarah, karena kalau yang itu jelas dan terbukti jelas, buruk.

Komunisme di sini, adalah sistem ekonomi dan sosial yang adil, tapi juga tidak menciptakan stagnasi akibat keadilan tersebut. Ini adalah budaya yang akan datang, dan ada suatu AI yang menjadi penggerak sistem yang demikian.

Komunisme yang di implementasikan dalam sejarah, kasusnya mirip seperti peradaban Islam/kristen/lainnya, dan justru fase keruntuhan berjalan lebih cepat. Semuanya punya pola yang sama, yaitu ketidak mampuan pemimpin dalam beradaptasi sekaligus kemampuannya dalam mengkorupsi hak dan kewajibannya.

Kemampuan korupsi itu berasal dari nafsu manusiawi.

Ai tidak punya nafsu manusiawi dan oleh karena itu, jika dia dijadikan pelestari sistem dan budaya, dia tidak akan mengkorupsi hak dan kewajibannya karena dia hanya mesin.

Terkait kemampuan dalam beradaptasi, memang dibagian ini bisa dipertanyakan. Ai tidak punya kesadaran, oleh karena itu dia tidak bisa menyadari apakah dia perlu beradaptasi atau tidak dengan suatu zaman. Tapi menurut saya justru disitu letak ketepatan nya.

Jika kita tau AI tidak bisa beradaptasi, maka kita akan menciptakan budaya sampingan yaitu : mencek secara berkala AI tersebut, untuk memastikan apakah dia cocok di suatu zaman, atau perlu pembaruan. Jadi manusia akan menambal kekurangan itu. AI tidak seperti kitab suci lainnya, yang bisa dirubah dan fleksibel.

Bagi saya AI sejalan dengan Komunisme mendatang.

Persoalan stagnasi, kita sudah punya budaya ilmiah, dalam budaya ilmiah sudah di peringati bahwa perkembangan ilmu pengetahuan itu penting. Dengan budaya ini saya (meskipun tidak 100%) yakin, ada saatnya besok komunisme berjalan lancar tapi tidak menciptakan stagnasi atau rasa malas.

Yang terpenting menurut saya, pemerataan mutlak itu tetap jangan sampai terjadi, karena disitulah letak krisis yang membuat suatu peradaban menjadi stagnan.

Pemerataan mutlak membuat makna hidup menjadi datar, tidak ada senang sedih, tak ada sukses gagal, karena tak ada kaya miskin. Jadi ketimpangan itu sama pentingnya dengan keadilan, oleh karena itu penting untuk menjaga keseimbangan.

Menurut saya seperti itu. Ai sangat berpotensi untuk dijadikan pemimpin.

Comments (0)

Subscribe Here

Popular Posts