Menghilang diam-diam

Pernah nggak sih kepikiran, ke mana perginya darah kita setelah meninggal? Tubuh yang tadinya hidup, penuh dengan aliran darah hangat, tiba-tiba jadi dingin dan kaku. Kok bisa? Apa darahnya menguap? Atau diserap bumi? Jawabannya nggak seseram film horor, tapi cukup bikin merinding kalau kita pikirin lebih dalam.

Ketika seseorang meninggal, jantungnya berhenti berdetak. Artinya, pompa utama yang menggerakkan darah ke seluruh tubuh juga mati. Darah yang tadinya ngalir terus-menerus, akhirnya berhenti. Karena gravitasi masih berlaku, darah bakal terkumpul di bagian tubuh yang paling rendah — proses ini namanya livor mortis atau post-mortem lividity. Makanya, bagian tubuh yang nempel ke lantai atau permukaan lain biasanya jadi keunguan, karena darah numpuk di sana.

Seiring waktu, tubuh mulai mengalami proses pembusukan. Sel-sel tubuh pecah, dan pembuluh darah juga ikut rapuh. Darah akhirnya merembes keluar ke jaringan tubuh sekitarnya. Ini salah satu alasan kenapa jenazah bisa berbau menyengat — darah yang terurai ikut menghasilkan gas-gas yang berperan dalam dekomposisi.

Kalau jenazah diawetkan lewat proses embalming, darahnya bakal dikuras dan digantikan cairan pengawet. Makanya kalau kamu lihat di film-film tentang pemakaman yang pakai peti kaca, jenazahnya terlihat lebih “tenang” dan nggak membiru. Tapi kalau nggak diawetkan, darah bakal benar-benar “lenyap” karena terurai bareng organ dan jaringan lain.

Yang menarik, proses ini adalah bagian alami dari siklus kehidupan. Tubuh kita yang udah mati, termasuk darahnya, bakal kembali ke alam — jadi sumber nutrisi buat mikroorganisme yang membantu mengurai tubuh. Jadi, darah kita nggak benar-benar “hilang”, tapi lebih ke “kembali” ke bumi dalam bentuk lain. Agak puitis, ya?

Jadi, daripada takut sama ke mana darah pergi setelah kita mati, mungkin lebih baik kita fokus sama gimana kita hidup sekarang. Selagi darah masih mengalir, yuk, kita manfaatin buat berkarya.

Comments (0)

Subscribe Here

Popular Posts