Tadi pagi, saat membuka beranda, saya melihat pertanyaan ini.
Saya baca sebentar, lalu terdiam.
Kebetulan, istri saya seorang agen properti.
Dan pagi itu, dia duduk di ruang tengah, membuka daftar listing yang harus dia follow up hari ini.
Saya mendekat, sambil menunjukkan pertanyaan itu di layar ponsel saya.
“Yang ini,” saya tanya ke dia, “kenapa memang sekarang banyak yang jual rumah, tapi jarang laku?”
Dia menoleh, tersenyum kecil,
lalu menghela napas pelan, seperti mengingat sesuatu.
Dan dari situ, percakapan kami dimulai.
.
“Sekarang beda,” katanya,
“orang banyak jual rumah karena butuh uang, bukan karena mau pindah.”
Saya mengangguk, menunggu dia bercerita lebih jauh.
“Dan pembeli? Sekarang makin sedikit. Banyak yang lebih pilih sewa. Soalnya harga rumah udah nggak kayak dulu.”
Dia mulai membuka satu per satu foto rumah di ponselnya.
Saya ikut melihat.
Rumah-rumah itu tampak bagus dari luar,
tapi saya tahu… tidak semua bagus itu mudah dijual.
.
“Dulu, dengan 1 miliar bisa dapat rumah gede,” lanjutnya,
“Tanah luas, bangunan lega. Sekarang? 1 miliar cuma dapat tanah 60, bangunan 28. Kecil. Seperti apartemen.”
Saya tersenyum, getir.
Tidak heran banyak orang memilih menyewa,
daripada membeli rumah kecil dengan harga yang mencekik.
.
Dia melanjutkan, bercerita tentang generasi sekarang.
Tentang anak-anak muda yang tidak lagi memandang rumah sebagai aset utama.
“Mereka lebih suka sewa rumah besar, kelihatan keren, bisa buat nongkrong,
daripada beli rumah kecil tapi hidupnya jadi berat.”
Saya terdiam.
Bukan karena kaget, tapi karena saya paham,
bahwa cara pandang orang terhadap rumah memang sudah berubah.
.
Lalu dia menyentuh sisi lain: persaingan di pasar.
Cluster lama mulai sepi.
Tapi developer terus membangun, terus menawarkan PPN gratis, biaya surat gratis,
dan wajah-wajah rumah yang lebih modern.
“Mereka lebih pilih yang baru, walau mahal. Yang penting kelihatan baru, ada promo, dan lebih praktis.”
Saya paham.
Rumah-rumah lama seperti tertinggal, meski lokasinya kadang lebih baik.
.
“Jadi kenapa jarang laku?” saya tanya lagi.
Dia menatap saya sejenak, lalu berkata,
“Karena semua sudah berubah. Pasarnya, cara pikirnya, dan rumah… sekarang bukan sekadar tempat tinggal, tapi soal pilihan hidup.”
Dan saya terdiam.
Karena saya tahu,
di balik angka-angka penjualan,
ada orang-orang yang menunggu.
Bukan menunggu kaya,
tapi menunggu lega.


Comments (0)