Dina berdiri di depan cermin kamar mandi, 1 jam sebelum wawancaranya dimulai. Tangannya dingin, nafasnya cepat dan jantungnya berdebar seolah-olah dia akan pergi berperang.
"Aku pasti bisa", ucapnya seraya memandang pantulan wajah gugupnya di cermin.
Tapi entah kenapa, kalimat itu serasa lemah. Dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri tapi entah kenapa dia malah tidak yakin dengan dirinya sendiri.
"Bisakah aku melakukannya?"
Kali ini dia bertanya, alih-alih meyakinkan dirinya sendiri. Dan jawaban itu muncul.
"Ya aku bisa. Aku sudah mempelajari perusahaan tersebut. Aku juga sudah mengingat kembali pengalaman ku memecahkan masalah di perusahaan sebelumnya yang akan aku jelaskan dalam bentuk cerita ke penanya."
Sekilas apa yang dilakukan Dina biasa saja. Tapi bukti ilmiah berkata lain.
Jika Anda pernah menonton seminar motifvasi, Anda pasti tahu apa itu affirmasi positif. Ini adalah sebuah kalimat penyemangat yang biasanya diucapkan berulang-ulang seperti mantra:
"Saya hebat."
"Saya pasti berhasil."
"Saya bisa meraih impian saya."
Terdengar powerful.
Tapi penelitian menemukan jika affirmasi semacam ini ternyata hanya sebuah omong kosong.
Dalam sebuah penelitian, para peserta di bagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diminta untuk berkata pada diri sendiri, “Saya akan menyelesaikan tugas ini.”
Kelompok kedua diminta untuk bertanya pada diri sendiri, “Bisakah saya menyelesaikan tugas ini?”
Sebelumnya kedua kelompok ini diminta menyelesaikan sebuah anagram. Jika Anda tidak tahu anagram, ini adalah sebuah permainan dimana Anda diberikan kata acak yang harus disusun ulang menjadi kata yang memiliki arti. Contoh kata "iasp" menjadi "sapi" atau "siap" .
Bagaimana hasilnya?
Kelompok yang hanya bertanya pada diri sendiri justru menyelesaikan hampir 50% lebih banyak soal dibanding kelompok yang menyatakan diri bisa.
Penelitian ini dilakukan oleh Ibrahim Senay, Dolores Albaracin dan Kenji Noguchi pada tahun 2010. Dan ternyata mereka tidak berhenti disitu.
Dalam eksperimen lanjutan, peserta bahkan hanya diminta menulis ulang satu frasa sebanyak 20 kali—entah itu
“Will I?”— sebuah pertanyaan.
“I will”—sebuah pernyataan.
Dan lagi-lagi, yang menulis “Will I”—frasa bertanya, mengungguli yang lainnya dalam menyelesaikan soal.
Apa artinya?
Artinya, bertanya pada diri sendiri lebih efektif daripada menyemangati diri sendiri.
Tapi kenapa?
Bayangkan Anda baru saja membuka usaha ayam geprek. Anda bisa memberikan diri Anda afirmasi positif ala motivator seperti
"Aku pasti bisa bikin usahaku sukses."
"Aku akan jadi pengusaha ayam geprek nomor satu di kota ini."
Kedengarannya keren. Tapi kenyataannya?
Afirmasi sejenis itu bagaikan mie instan, memang membuat kita kenyang tapi nutrisi yang diberikan sangat sedikit.
Sekarang jika Anda ubah pendekatannya dengan bertanya seperti:
"Bagaimana caranya usaha ini ramai?"
Maka Anda akan mencari jawaban. Dalam kasus ayam geprek, jawabannya adalah strategi bisnis:
"Oke aku harus mencari tahu siapa saingaku di sekitar sini"
"Harus ada sesuatu yang bikin beda, misalnya level sambal yang lebih ekstrem atau paket hemat buat anak kos."
Dan dari satu pertanyaan sederhana memicu rencana, solusi, dan motivasi yang jauh lebih konkret daripada sekadar afirmasi motivasi.
Hal inilah yang dialami Dina.
Saat dia mengganti kalimat "aku pasti bisa" menjadi "bisakah aku melakukannya", otaknya mencarikan jawaban berupa strategi dan rencana.
Dia tidak lagi meyakinkan dirinya yang gugup didepan cermin tapi mulai menggali.
"Apa yang sudah aku persiapkan?"
"Bagaiaman aku akan menjawab pertanyaan?"
Dan saat pewawancara akhirnya bertanya:
"Coba ceritakan satu masalah yang pernah kamu hadapi di tempat kerja sebelumnya,"
Dina menjawab bukan dengan gugup, tapi dengan tenang dan jelas, karena dia sudah memikirkannya sejak di depan cermin.
Jadi ketika kita bertanya:
Mindset seperti apa yang seharusnya dimiliki setiap orang?
Maka jawabannya adalah mindset bertanya. Pernyataan tidak seperti pertanyaan. Pernyatan yang biasanya berupa afirmasi positif biasanya berdiri sendiri
Tapi pertanyaan? Pertanyaan butuh jawaban.
Proses mencari jawaban inilah yang membuat otak bekerja untuk mencari strategi dan menyusun rencana agar tujuan tercapai.


Comments (0)